Harga CPO ditutup melemah 2,34% ke posisi MYR 2.132/ton, harga kayu dan harga batu bata atau harga engsel pintu dan harga pasir atau harga genteng dan harga air cooler atau harga rolling door dan harga triplek atau harga wallpaper dinding dan harga cat besi setelah sehari juga melemah 1,36% pada perdagangan Selasa (26/2/2019).
Dengan ini, selama sepekan harga CPO sudah amblas hingga 5,03% secara point-to-point. Sedangkan dari awal tahun, penguatan harga komoditas agrikultur andalan Indonesia ini hanya tinggal 0,52%.
Penguatan nilai tukar Ringgit terhadap dolar menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan tekanan pada minyak sawit.
Kemarin Ringgit kembali terapresiasi 0,1%, ke posisi MYR 4,06/US$, yang mana merupakan level tertingginya sejak enam bulan terakhir.
Hal tersebut membuat harga kontrak pembelian CPO menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Alhasil daya tarik komoditas ini meredup.
Selain itu, pelaku pasar juga memprediksi permintaan minyak sawit masih akan rendah. Surveyor kargo dijadwalkan akan merilis jumlah ekspor sawit Malaysia pada hari Kamis ini (28/2/2019).
Selain itu, harga kedelai yang runtuh kemarin juga berpotensi kembali memberi tarikan ke bawah bagi harga CPO.
Sebagai informasi, harga kedelai jatuh makin dalam setelah Wakil Perdagangan AS, Robert Lighthizer mengatakan bahwa janji China untuk membeli lebih banyak kedelai asal Negeri Paman Sam belum cukup untuk menyelesaikan sengketa dagang antara kedua negara.
"Saya tidak yakin kalau ini (China membeli lebih banyak produk AS) akan menyelesaikan masalah. Kami akan menuntaskan ini (hubungan dengan China) dengan satu mata yang mengarah ke masa depan," kata Lighthizer.
Mengingat minyak kedelai dan CPO adalah produk substitusi satu sama lain, maka pergerakan harganya akan memberi pengaruh yang searah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar